Jejak Megah Kerajaan Mataram: Dari Candi Megah hingga Kejayaan Islam di Tanah Jawa

Kalau kita bicara soal tanah Jawa, mustahil rasanya tidak menyebut nama Mataram. Nama ini bukan sekadar nama wilayah, tapi merupakan simbol supremasi, budaya, dan sejarah panjang yang membentuk identitas masyarakat Jawa hingga saat ini.
Namun, banyak orang sering keliru. Perlu kamu tahu, dalam catatan sejarah, ada dua "Mataram" yang berbeda era namun berada di akar geografis yang hampir sama: Mataram Kuno (Hindu-Buddha) dan Mataram Islam. Keduanya punya cerita yang sama-sama epik. Yuk, kita kupas tuntas perjalanannya!
1. Mataram Kuno: Era Wangsa Sanjaya dan Syailendra
Kisah dimulai sekitar abad ke-8 di Jawa Tengah. Mataram Kuno, atau sering disebut Kerajaan Medang, adalah fondasi awal peradaban besar di Jawa. Di sinilah toleransi beragama pertama kali diuji dan dibuktikan dengan monumen yang masih berdiri kokoh hingga sekarang.
Dua Wangsa, Satu Harmoni
Di era ini, ada dua dinasti besar yang berkuasa: Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Meski beda keyakinan, mereka tidak sibuk berperang, melainkan berlomba-lomba membangun peradaban.
Hasilnya? Kita punya Candi Borobudur yang megah (mahakarya Syailendra) dan Candi Prambanan yang eksotis (mahakarya Sanjaya). Bayangkan, betapa canggihnya arsitektur dan manajemen tenaga kerja saat itu tanpa bantuan teknologi modern.
Perpindahan ke Jawa Timur
Kenapa Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur? Para ahli sejarah punya beberapa teori. Ada yang bilang karena letusan dahsyat Gunung Merapi, ada juga yang menyebut karena konflik politik atau serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Yang jelas, di tangan Mpu Sindok, pusat kerajaan bergeser ke lembah Sungai Brantas dan menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan besar Jawa Timur seperti Kediri, Singasari, hingga Majapahit.
2. Kebangkitan Mataram Islam: Dari Alas Mentaok ke Puncak Kejayaan
Lompat jauh ke abad ke-16, setelah runtuhnya Majapahit dan redupnya Demak, muncul kekuatan baru di pedalaman Jawa Tengah. Inilah yang kita kenal sebagai Mataram Islam.
Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya
Semua bermula dari sebuah hadiah tanah berupa hutan lebat bernama Alas Mentaok dari Sultan Pajang kepada Ki Ageng Pemanahan. Bersama anaknya, Danang Sutawijaya (yang nanti bergelar Panembahan Senopati), mereka menyulap hutan tersebut menjadi daerah yang makmur.
Sutawijaya adalah sosok yang ambisius. Ia melepaskan diri dari pengaruh Pajang dan memproklamirkan Mataram sebagai kerajaan berdaulat pada tahun 1586. Di era inilah muncul legenda-legenda menarik, termasuk hubungan mistis antara penguasa Mataram dengan Nyi Roro Kidul, sang penguasa Laut Selatan.
3. Masa Keemasan Sultan Agung (1613–1645)
Jika bicara soal Mataram Islam, tokoh paling ikonik tentu saja Sultan Agung Hanyokrokusumo. Di bawah kepemimpinannya, Mataram tidak hanya menjadi penguasa Jawa, tapi juga menjadi kekuatan politik dan militer yang disegani di Nusantara.
Visi Penyatuan Jawa
Sultan Agung punya ambisi besar: menyatukan seluruh tanah Jawa di bawah satu payung. Ia berhasil menaklukkan Surabaya, Madura, hingga wilayah-wilayah di Jawa Barat. Selain militer, beliau juga seorang budayawan besar. Ia menciptakan Kalender Jawa (perpaduan kalender Saka dan Hijriah) yang masih digunakan hingga saat ini.
Perlawanan Terhadap VOC
Sultan Agung adalah salah satu raja Nusantara yang paling berani melawan kolonialisme. Ia mengirim pasukan besar-besaran untuk menyerang Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1628 dan 1629. Meski secara militer belum berhasil mengusir Belanda sepenuhnya karena faktor logistik (lumbung padi dibakar Belanda), serangan ini membuktikan bahwa Mataram bukanlah lawan yang bisa diremehkan.
4. Masa Kemunduran: Konflik Internal dan Campur Tangan Belanda
Sayangnya, setiap kejayaan pasti ada masanya. Setelah Sultan Agung wafat, Mataram mulai goyah. Penggantinya, Amangkurat I, punya gaya kepemimpinan yang kontroversial dan cenderung represif. Hal ini memicu banyak pemberontakan, salah satunya yang paling terkenal adalah pemberontakan Trunajaya.
Di sinilah Belanda (VOC) mulai "main cantik". Mereka memanfaatkan konflik internal keluarga kerajaan untuk menanamkan pengaruhnya. Dengan taktik devide et impera (adu domba), VOC perlahan-lahan menggerogoti kedaulatan Mataram.
5. Perjanjian Giyanti dan Terbelahnya Mataram
Titik balik paling menyedihkan dalam sejarah Mataram terjadi pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti. Kerajaan yang dulunya satu dan besar, akhirnya harus pecah menjadi dua bagian akibat perebutan takhta yang berkepanjangan antara Pakubuwana III, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said.
Akibat perjanjian ini, Mataram dibagi menjadi:
Kasunanan Surakarta: Dipimpin oleh Pakubuwana III.
Kasultanan Yogyakarta: Dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I).
Tak berhenti di situ, beberapa tahun kemudian muncul lagi pembagian wilayah kecil seperti Mangkunegaran di Solo dan Pakualaman di Yogyakarta. Inilah yang kita kenal sebagai Palihan Nagari.
6. Warisan Budaya Kerajaan Mataram
Meski secara politik kekuasaan Mataram telah terbagi, warisan budayanya tetap hidup subur. Budaya Jawa yang kita kenal sekarang—mulai dari tata krama bahasa (Ngoko-Krama), seni tari serimpi, wayang kulit, hingga konsep arsitektur rumah Joglo—semuanya berakar dari tradisi Mataram.
Keraton Yogyakarta dan Surakarta hingga kini masih berdiri sebagai penjaga api tradisi tersebut. Mereka bukan sekadar museum hidup, tapi pusat spiritual dan budaya bagi jutaan orang Jawa.
Mengapa Sejarah Mataram Penting untuk Kita?
Mempelajari sejarah Kerajaan Mataram bukan sekadar menghafal tahun dan nama raja. Ada pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah bangsa dibangun dengan kerja keras, bagaimana toleransi (di era Mataram Kuno) menciptakan keindahan, dan bagaimana perpecahan internal bisa menjadi pintu masuk bagi pihak asing untuk menguasai kita.
Mataram adalah bukti bahwa tanah Jawa pernah memiliki peradaban yang sangat maju, baik dari segi spiritual, arsitektur, maupun strategi politik. Sebagai generasi sekarang, tugas kita bukan lagi berperang mengangkat senjata, melainkan menjaga nilai-nilai luhur dan budaya yang sudah mereka wariskan.
0 Response to "Jejak Megah Kerajaan Mataram: Dari Candi Megah hingga Kejayaan Islam di Tanah Jawa"
Posting Komentar
silakan berkomentar. No SARA. jangan memasang link hidup di dalam isi komentar atau akan dihapus.